*”Sony” Bangkrut, dan
akan pecat 10.000 Karyawannya.*
Pecat 10.000 karyawannya...itulah rencana yang
baru saja kita dengar, Sony berencana merumahkan 10.000 karyawannya,
akibat kerugian yang dideritanya. Gak tanggung-tanggung jumlahnya,
kerugian yang diderita sebesar 6.4 Milyar dollar (sumber: CNET Asia, Wall
Street Journal). Padahal kita tahu Sony merupakan salah satu perusahaan paling
kreatif dimuka bumi.
Siapa
yang gak kenal Sony, perusahaan elektronik raksasa?
Jauh sebelum demam Ipod dari Apple, Sony-lah
yang mempopulerkan produk Walkman, dimana hanpir diseluruh dunia tercipta demam
mendengarkan musik melalui earphone. Sony juga yang menyebabkan anak-anak
hingga orang dewasa keranjingan main PlayStation.
Di Indonesia, maen PS (PlayStation) sudah jadi satu hobi, bahkan menjadi peluang bisnis banyak orang, dengan maraknya penyewaan2 PS di perkotaan bahkan hingga gang-gang di perkampungan kumuh. Artinya secara "brand awareness" pastinya sudah sangat tinggi. Kalo mau dinilai -andaikata bangkrut- pastilah nilai dari "brand value"nya saja sudah gila-gilaan. Tapi pada kasus Kodak, brand value yang tinggi tetap tidak dapat menyelamatkannya dari kebangkrutan.
Ditahun-tahun teakhir focus pengembangan produk di Camera Digital juga mendapat sambutan pasar yang positif...bahkan mulai masuk ke pasar DSLR yang selama ini dikuasai Canon & Nikon.
Namun segala inovasi tersebut nyatanya tidak dapat membantu Sony lolos dari kerugian. Pasar TV yang selama ini jadi andalan Sony terus merosot drastis. Pada Era flat TV, LCD, LED...Sony terseok-seok dalam persaingan. Munculnya perusahaan2 inovatif Korea, bahkan ditambah juga merk2 murah China, satu-satunya menyelamatkan diri dari kebangkrutan dengan merubah haluan bisnis. Tentu kisah Kodak menjadi pelajaran berharga bagi banyak perusahaan elektonik raksasa. Kesulitan bisnis Blackberry juga belum reda diperbincangkan. Tidak banyak pilihan bagi para top executif di Sony. Gelagatnya Sony akan focus di produk-produk lain. Kita nantikan saja inovasi dari Sony.
Di Indonesia, maen PS (PlayStation) sudah jadi satu hobi, bahkan menjadi peluang bisnis banyak orang, dengan maraknya penyewaan2 PS di perkotaan bahkan hingga gang-gang di perkampungan kumuh. Artinya secara "brand awareness" pastinya sudah sangat tinggi. Kalo mau dinilai -andaikata bangkrut- pastilah nilai dari "brand value"nya saja sudah gila-gilaan. Tapi pada kasus Kodak, brand value yang tinggi tetap tidak dapat menyelamatkannya dari kebangkrutan.
Ditahun-tahun teakhir focus pengembangan produk di Camera Digital juga mendapat sambutan pasar yang positif...bahkan mulai masuk ke pasar DSLR yang selama ini dikuasai Canon & Nikon.
Namun segala inovasi tersebut nyatanya tidak dapat membantu Sony lolos dari kerugian. Pasar TV yang selama ini jadi andalan Sony terus merosot drastis. Pada Era flat TV, LCD, LED...Sony terseok-seok dalam persaingan. Munculnya perusahaan2 inovatif Korea, bahkan ditambah juga merk2 murah China, satu-satunya menyelamatkan diri dari kebangkrutan dengan merubah haluan bisnis. Tentu kisah Kodak menjadi pelajaran berharga bagi banyak perusahaan elektonik raksasa. Kesulitan bisnis Blackberry juga belum reda diperbincangkan. Tidak banyak pilihan bagi para top executif di Sony. Gelagatnya Sony akan focus di produk-produk lain. Kita nantikan saja inovasi dari Sony.
*”Panasonic Toshiba,
Sanyo & Sharp” angkat kaki dari Indonesia.*
Pelemahan
ekonomi dunia ikut mempengaruhi investasi di sektor manufaktur Indonesia. Dua
raksasa perusahaan elektronik asal Jepang, Panasonic dan Toshiba hengkang dari
tanah air.Penutupan pabrik kedua perusahaan ini akibat melemahnya daya beli
masyarakat. Imbasnya, penjualan produk kedua perusahaan ini turun drastis.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja
Indonesia (KSPI) Said Iqbal menjelaskan Toshiba lebih dulu merumahkan ribuan pekerjanya
di Cikarang, Bekasi. Pabrikan asal negara matahari terbit itu mempunyai enam
pabrik. Namun, satu-persatu mulai angkat kaki dalam kurun 10 tahun terakhir.
"Jadi tidak ada lagi pabrik Toshiba. Yang ada Toshiba
memproduksi printer di Batam tapi skalanya kecil. Nah, yang tutup ini adalah
pabrik televisi Toshiba terbesar di Indonesia, selain di Jepang," kata
Said di Jakarta,
Selasa (2/2).
Said
menegaskan manajemen Toshiba sepakat untuk menutup produksinya pada April 2016.
Untuk itu, Said tengah melakukan negosiasi pesangon yang diwajibkan pemerintah.
"Dalam
10 tahun terakhir, ada 13 perusahaan Panasonic di Indonesia. Sebelumnya ada
Panasonic komponen sudah ditutup, sekarang tinggal tiga, yakni Panasonic
Manufacturing Indonesia (PMI), Panasonic Energy Indonesia yang produksi baterai
dan Panasonic Healthcare yang produksi alat kesehatan," kata dia.
Menurut
dia, produk-produk elektronik sekarang ini lebih bersaing dibanding lima sampai
10 tahun lalu.
"Produk
televisi Toshiba tidak laku lagi dalam lima tahun terakhir. Sebelumnya banyak
yang beli. Itu karena daya beli masyarakat melemah akibat upah murah
pemerintah," pungkas dia.
Berikut
beberapa penyebab-penyebab lain yang menyebabkan hal tersebut terjadi :
1.
Harmony Culture Error
Dalam era digital seperti saat
ini, kecepatan adalah kunci. Speed in decision making. Speed in product
development. Speed in product launch. Dan persis di titik vital ini, perusahaan
Jepang termehek-mehek lantaran budaya mereka yang mengangungkan harmoni dan
konsensus.
Datanglah ke perusahaan Jepang,
dan Anda pasti akan melihat kultur kerja yang sangat mementingkan konsensus.
Top manajemen Jepang bisa rapat berminggu-minggu sekedar untuk menemukan
konsensus mengenai produk apa yang akan diluncurkan. Dan begitu rapat mereka
selesai, Samsung atau LG sudah keluar dengan produk baru, dan para senior
manajer Jepang itu hanya bisa melongo.
Budaya yang mementingkan konsensus membuat perusahaan-perusahaan Jepang lamban mengambil keputusan (dan dalam era digital ini artinya tragedi).Budaya yang menjaga harmoni juga membuat ide-ide kreatif yang radikal nyaris tidak pernah bisa mekar. Sebab mereka keburu mati : dijadikan tumbal demi menjaga “keindahan budaya harmoni”. Ouch.
Budaya yang mementingkan konsensus membuat perusahaan-perusahaan Jepang lamban mengambil keputusan (dan dalam era digital ini artinya tragedi).Budaya yang menjaga harmoni juga membuat ide-ide kreatif yang radikal nyaris tidak pernah bisa mekar. Sebab mereka keburu mati : dijadikan tumbal demi menjaga “keindahan budaya harmoni”. Ouch.
2.
Seniority Error
Dalam era digital, inovasi adalah
oksigen. Inovasi adalah nafas yang terus mengalir. Sayangnya, budaya inovasi
ini tidak kompatibel dengan budaya kerja yang mementingkan senioritas serta
budaya sungkan pada atasan.Sialnya, nyaris semua perusahaan-perusahaan Jepang
memelihara budaya senioritas. Datanglah ke perusahaan Jepang, dan hampir pasti
Anda tidak akan menemukan Senior Managers dalam usia 30-an tahun. Never.
Istilah Rising Stars dan Young Creative Guy adalah keanehan.
Promosi di hampir semua
perusahaan Jepang menggunakan metode urut kacang. Yang tua pasti didahulukan,
no matter what. Dan ini dia : di perusahaan Jepang, loyalitas pasti akan sampai
pensiun. Jadi terus bekerja di satu tempat sampai pensiun adalah kelaziman.Lalu
apa artinya semua itu bagi inovasi ? Kematian dini. Ya, dalam budaya senioritas
dan loyalitas permanen, benih-benih inovasi akan mudah layu, dan kemudian
semaput. Masuk ICU lalu mati.
3.
Old Nation Error
Faktor terakhir ini mungkin ada
kaitannya dengan faktor kedua. Dan juga dengan aspek demografi. Jepang adalah
negeri yang menua. Maksudnya, lebih dari separo penduduk Jepang berusia diatas
50 tahun. Implikasinya : mayoritas Senior Manager di beragam perusahaan Jepang
masuk dalam kategori itu. Kategori karyawan yang sudah menua.
Disini hukum alam berlaku.
Karyawan yang sudah menua, dan bertahun-tahun bekerja pada lingkungan yang
sama, biasanya kurang peka dengan perubahan yang berlangsung cepat. Ada comfort
zone yang bersemayam dalam raga manajer-manajer senior dan tua itu. Dan sekali
lagi, apa artinya itu bagi nafas inovasi? Sama : nafas inovasi akan selalu
berjalan dengan tersengal-sengal.
Demikianlah, tiga faktor
fundamental yang menjadi penyebab utama mengapa raksasa-raksasa elektronika
Jepang limbung. Tanpa ada perubahan radikal pada tiga elemen diatas, masa depan
Japan Co mungkin akan selalu berada dalam bayang-bayang kematian.
Nama Kelompok :
- Allief Kurnianto (30814186)
- Andrianto Hadi Saputra (30814181)
Kelas : 4.2 FS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar